Rembang, Ar-Rois Cendekia – Yayasan Ar-Rois Cendekia Semarang mengajak guru PAI SD di Kota Semarang melihat suasana moderasi beragama di Desa Soditan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Rabu (15/12/11). Kegiatan ini diikuti 50 Guru PAI SD dilingkup Kota Semarang.
Sekretaris Yayasan Ar-Rois Cendekia, sekaligus Ketua Panitia Tour Moderasi Beragama, Nedy Sugianto mengatakan, tujuan dari kegiatan ini, tidak lain untuk mengajak guru PAI SD belajar dan melihat langsung suasana moderasi di Lasem ini. Apalagi, guru PAI SD menjadi garda terdepan dalam mencetak generasi bangsa yang berkarakter moderat.
“Nilai-nilai toleransi harus dikembangkan dari sejak dini, jika dibiarkan saya kira bahaya, bisa mengacam kehidupan berbangsa dan bernegara. Integrasi moderasi beragama dalam pembelajaran PAI sangatlah penting,” katanya.
Ia menambahkan, tidak seperti pelaksanaan pelatihan pada umumnya, yayasan Ar-Rois sengaja mencanangkan program bernuansa lain. Tidak hanya berkuat soal teori, namun disuguhkan langsung bagaimana kehidupan moderasi beragama. Seperti diketahui, bahwa Desa Soditan, Lasem ini telah diresmikan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sebagai kampung toleransi.
“Kita langsung melihat bagaimana kehidupan moderat di Kampung ini. Berbaur langsung dengan masyarakat yang bermacam agama di kampung ini. Sehingga bisa belajar dan nantinya bisa diterapkan dalam kehidupan di sekolah dan lingkungan sekitar,” ungkapnya.
“Walaupun sering berbicara moderasi, tapi jangan-jangan kita antipati sama umat agama lain. Nah, di Lasem ini kita menguji, belajar dan praktik langsung soal moderasi yang kita gaungkan,” imbuhnya.
Tokoh masyarakat Desa Soditan, Lasem sekaligus Pengasuh Ponpes Al-Hikmah, Lasem, K.H Muhammad Sholahuddin Fatawi menyambut baik kehadiran guru-guru PAI Kota Semarang tersebut. Ia mengungkapkan dukungan atas adanya tour moderasi ini.
“Saya kira ini keren. Beda dengan yang lain. Biasanya pelatihan-pelatihan di hotel dan hanya bicara teori. Di Lasem kita bisa langsung belajar dan melihat langsung bagaimana kehidupan moderasi di sini,” tuturnya.
Berbicara soal moderasi, lanjutnya, daerah ini sejak zaman dahulu sudah akrab dengan akulturasi dalam kehidupan sosial. Dalam sejarahnya, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah pernah menjadi pusat perdagangan di masa itu. Pada abad ke-14 hingga 15 daerah ini menjadi tempat terbesar berkembangnya para imigran asal Cina atau yang sekarang bernama Tiongkok.
“Jika berkunjung ke Lasem, sepasang mata kita akan langsung tertuju pada bangunan-bangunan kuno berarsitektur Tiongkok yang menjadi rumah-rumah penduduk setempat. Selain itu juga terdapat percampuran antara etnis Jawa asli dan Cina yang dapat hidup bersama secara rukun dan berdampingan,” jelasnya.
Kiai Sholahuddin memaparkan, di kampung ini tempat ibadah berjejeran. Umat beragama juga hidup berdampingan. Bahkan, santrinya di pondok pesantren sangat dianjurkan untuk berbaur dengan masyarakat.
“Santri-santri di sini ya saya anjurkan srawung masyarakat yang beda-beda agama di sini. Tidak hanya itu, santri juga pernah dilibatkan jika ada pelatihan-pelatihan keterampilan di gereja, klenten dan sebagainya. Toleransi itu ya dari hati. Sesama manusia ya harus saling cinta. Perbedaan itu kodrat manusia,” paparnya. (hms/aj).
Berita Terbaru
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.